Banyuwangi - Ditengah hingar-bingar perkembangan zaman, sebuah upacara adat di Banyuwangi, Jawa Timur, masih terus dilestarikan. Salah satunya adalah ritual Tari Seblang Bakungan yang berada di Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah. Ritual ini dipercaya dapat membawa keberuntungan, kesejahteraan, dan kesuburan bagi masyarakat setempat.Ritual Tari Seblang Bakungan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat. Mbah Supani, seorang penari Seblang Bakungan yang telah mengabdikan hidupnya untuk mempertahankan warisan budaya ini, menjadi tokoh sentral dalam ritual yang dilangsungkan secara turun-temurun. Dalam upaya menjaga warisan budaya yang berharga ini, seorang penari bernama Mbah Aisyah tampil sebagai pengganti yang menjanjikan.
“Mbah Aisyah masih satu garis keturunan dengan Mbah Supani,” kata Ketua Adat Seblang Bakungan Heri Purwoko, atau biasa dipanggil Pak Pur.
Ritual Tari Seblang menampilkan Mbah Aisyah dalam penampilan keduanya. Dengan penuh semangat untuk menjaga kelangsungan ritual yang memiliki makna mendalam, ia berhasil menarik perhatian masyarakat Bumi Blambangan untuk datang dan menyaksikan secara langsung penampilannya yang anggun dan energik.
Tari Seblang Bakungan adalah simbol kekuatan dan kebersamaan masyarakat, khususnya warga Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur. Dengan hadirnya Mbah Aisyah sebagai penari baru dalam upacara adat ini, diharapkan keindahan dan keajaiban budaya di kabupaten yang terletak di paling ujung timur Pulau Jawa tetap hidup dan dikenal oleh generasi mendatang sekaligus menjadi daya tarik wisata yang tak ternilai di Banyuwangi.
Sebelum memulai Tari Seblang, warga Bakungan melakukan ziarah ke makam Mbah Witri, tokoh leluhur, yang dilanjutkan ke sumber penawar. Setelah itu, mereka melaksanakan sholat magrib berjamaah, lalu berkeliling desa (ider bumi) disertai pawai oncor-oncoran dengan memutus aliran listrik di lingkungan desa, menciptakan suasana sakral.
Kemudian, warga Bakungan menyuguhkan sesajen yang terdiri dari tumpeng, pecel pitik, tumpeng ketan parutan kelapa muda dan gula merah, suruh kinangan ayu, kembang Dermo atau untaian bunga, tumpeng takir, boneka, topi petani, cemeti, singkal, kelapa gading, tebu hitam, sekar setaman, serta kemenyan yang terus dibakar selama Ritual Seblang berlangsung. Bersamaan, masyarakat melakukan makan bersama sepanjang jalan desa.
Selanjutnya, sekumpulan orang membacakan doa dan mantra untuk si penari Seblang. Sesaat kemudian, penari mengalami hilang kesadaran dan dibawa ke pentas seni dengan menari-nari mengikuti irama gending yang mengiringinya. Seorang penari Seblang menari selama lebih dari 3 jam dengan diiringi gending dan syair yang dibawakan sinden. Gending yang dibawakan antara lain Seblang lakento, podo nonton, kodok ngorek, kembang menur, kembang pepe, kembang gadung, kembang abang, layar-layar Kumendung, Sukmo ilang, mendem gadung, manjer kiling, jaran dawuk, ugo-ugo dan erang-erang.
Pada momen penghujung acara, penari Seblang menari-nari dengan membawa dua buah keris yang diacung-acungkan ke kanan dan ke kiri, melambangkan pengusiran segala macam penyakit baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Heri Purwoko menambahkan bahwa tujuan diselenggarakannya Ritual Tari Seblang Bakungan selain untuk uri-uri tradisi, juga untuk memperkuat identitas diri kita.
"Tarian Seblang Bakungan bertujuan untuk bersih desa, rasa syukur kepada Tuhan, serta berdoa agar diberi ketenangan, kedamaian, keamanan, dan kemudahan dalam mendapatkan rezeki halal, serta dijauhkan dari segala marabahaya,” imbuhnya.
Dengan upaya ini, diharapkan Ritual Tari Seblang Bakungan dapat terus dilestarikan dan menjadi warisan budaya yang abadi di tanah Banyuwangi.