BANYUWANGI - Sidang lanjutan kasus pemerasan di Banyuwangi yang dilakukan oleh ES berhasil mengungkap fakta-fakta Salah satunya adalah pencatutan nama institusi Polda Jatim.
Fakta itu terungkap dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Banyuwangi, Selasa (8/10) kemarin. Dalam sebuah rekaman yang dibawa oleh korban yakni FZA, terdakwa ES menekan FZA agar memberikan sejumlah uang yang diminta. Bila tidak dituruti Polda Jatim akan turun.
"Pokok e aku ojo dijarak mas, aku yo gak nggetak yo gak njalok pye. Diusahakne sek gak papa. Ojo sampek Paijah iki wadul Polda. Wes tha alon-alon sing penting pasti, onok duwek seket sek gak masalah tak terimone," kata ES dalam bahasa Jawa saat menelpon FZA.
"Pokoknya jangan cari gara-gara sama aku mas. Aku juga nggak mengancam atau apa. Diusahakan saja dulu, nggak apa-apa. Jangan sampai Paijah ini mengadu ke Polda. Sudah, pelan-pelan saja yang penting pasti, ada uang lima puluh juga nggak masalah, aku terima," terjemahan kata ES saat menelpon FZA.
Dengan adanya fakta itu, pengacara FZA Nanang Slamet meminta aparat kepolisian baik dari Polresta Banyuwangi maupun Polda Jatim untuk turut mengusut kasus ini hingga tuntas. Sebab, apa yang dilakukan oleh ES dan kliennya bernama Paijah telah mencoreng institusi Polri.
"Kami mendesak aparat kepolisian untuk mengambil langkah tegas, sebab apa yang mereka lakukan yaitu pemerasan membawa-bawa nama institusi Polda Jatim," tegas Nanang.
Sebagai informasi kasus pemerasan yang melibatkan oknum pengacara ini terjadi pada Juni 2024 lalu. Kasusnya bermula dari jual beli HP Iphone Promax senilai Rp 12,7 juta antara FZA dengan Paijah.
Hp itu kemudian rusak, Paijah menempuh jalur hukum dengan menunjuk ES sebagai pengacara. Namun kemudian kasus ini menjadi panjang setelah ES ditangkap polisi karena kedapatan meminta uang senilai Rp 150 juta kepada FZA dengan dalih uang ganti rugi.