Realitabanyuwangi.com- Puluhan pelajar atau siswa di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur terkonfirmasi positif Covid-19. Dari total keseluruhan ada 53 kasus yang tersebar di 9 Kecamatan di Bumi Blambangan.
53 kasus tersebut diantaranya 32 merupakan siswa SD dan 21 siswa SMP. Namun menurut Plt Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Banyuwangi, Suratno, semua siswa terpapar Covid-19 di luar kegiatan pembelajaran di sekolah.
"Hanya di 9 kecamatan, 16 lainya masih aman, belum ada. Setelah kita dalami ternyata itu tidak disetiap sekolah. Setiap sekolah itu hanya 1 atau 2 saja. Siswa bersangkutan sudah kita tangani," kata Suratno, (12/2).
Secara keseluruhan, Suratno menyebut masih tergolong rendah, sebab ditaksir masih dibawah 5 persen dari total siswa yang ada di sekolah-sekolah tersebut, sehingga tak berimbas kepada pembelajaran tatap muka yang sudah mulai berlangsung.
Merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 14 disebutkan bila ada kasus kurang dari 5 persen maka proses akademik dialihkan dari pembelajaran tatap muka (PTM) menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Namun skupnya hanya satu kelas siswa yang terkonfirmasi positif saja. Durasi selama selama 5 hari," ujarnya.
Berbeda jika jumlah kasus dalam sebuah lembaga atau sekolah mencapai lebih dari 5 persen, maka sebagai langkah solutif pembelajaran harus dilangsungkan dengan pola PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh).
"Rujukannya pada poin 12. Ketika kasus positif lebih dari 5 persen dari populasi total dan terjadi penularan, maka proses pembelajaran di sekolah tersebut secara keseluruhan harus dialihkan ke PJJ," cetusnya.
Kebijakan tersebut, menurut Suratno sudah cukup baik, dengan mengedepankan aspek kenyamanan dan keselamatan. Namun selain itu yang tidak boleh dilupakan yakni perhatian pada proses tumbuh kembang siswa.
Berdasarkan hasil evaluasi pihaknya, penyampaian pelajaran selama PJJ tergolong kurang optimal. Selain itu potensi siswa putus sekolah pun cukup besar.
"Kita bertanggung jawab terhadap siswa di tingkat SD dan SMP. Peluang siswa putus sekolah semakin besar ketika siswa tidak bertemu langsung dengan guru. Beda dengan SMA atau mahasiswa yang notabene sudah dewasa dan mandiri. Semisal ada anak belum bisa membaca pasti akan terhambat. Itu menjadi atensi kami," tandasnya. (fid/qin)